Saturday 29 August 2015

DASAR TEKNOLOGI BETON

BAB-1. TEKNOLOGI BETON

1.1. PENGERTIAN DASAR BETON

- Definisi BETON
Beton adalah suatu matrix/susunan bahan yang terbentuk dari bahan pengisi yang diikat oleh pasta semen yang mengeras.

- Material penyusun beton
Pada beton normal material penyusun beton terdiri dari :
Bahan pengisi biasanya agregat kasar dan agregat halus
Bahan pengikat terbentuk dari campuran semen dan air
Proporsi secara volume dapat diperkirakan sebagai berikut :


-   Semen, antara 7 – 15 %
-   Air, antara 16 – 21 %
-   Udara, antara ½ - 3 %
-   Agregat halus, antara 251/2 – 30 %
-   Agregat kasar, antara 31 – 51 %

Disamping material-material di atas, kadang-kadang untuk tujuan tertentu ditambahkan bahan campuran/bahan tambah, misalnya :
-   Super plasticizer
-   Retarder
-   Silicafume
-   Fly ash
-   Pozzolan
-   Fiber steel, dll


1.2. SIFAT-SIFAT BETON SEGAR

Beton segar mempunyai sifat plastis atau semi cair dan biasanya mampu dibentuk walaupun menggunakan tangan. Pada beton plastis, campuran butiran agregat halus dan kasar, seolah-olah terikat / mengambang di dalam pasta pengikat / pasta semen serta akan menjadi campuran yang homogen saat beton itu mengeras. Campuran beton dengan konsistensi yang plastis, akan mengalir dengan mudah saat pengecoran, tanpa terjadi segegresi.
Besaran konssistensi dari beton diukur dengan nilai slump, semakin tinggi nilai slump, menyebabkan beton semakin mudah dikerjakan.

1.2.1.     Workabilitas ( kemudahan pengerjaan )
Kemudahan pengecoran, pemadatan, dan finishing dari campuran beton segar disebut workability. Beton harus mudah dikerjakan tanpa terjadi segegresi atau bleeding berlebihan.
Segegresi adalah pemisahan butiran agregat halus dan agregat kasar dari pengikatnya ( pasta semen ) yang diakibatkan oleh campuran yang terlalu encer. Bleeding adalah pergerakan air ke permukaan campuran beton segar diakibatkan oleh settlement dari solid material dengan massa yang lebih besar. Settlement terjadi sebagai konsekwensi hilangnya efek adhesi antar material saat penggetaran sehingga solid material dengan gaya beratnya masing-masing ( gravitasi ) berusaha turun.
Bleeding yang terjadi secara berlebihan, mengakibatkan naiknya air di permukaan beton (FAS naik ) sehingga akan membentuk lapisan permukaan yang lebih lunak serta tingkat keawetan (durability) yang lebih rentan, sarat resiko terjadi segegresi semakin besar.


1.2.2.     Proses pemadatan/konsolidasi
Penggetaran, menggerakan partikel-partikel dalam beton segar dan mengurangi gesekan antar partikel tersebut sehingga menghasilkan campuran yang saling mengisi dan padat.
Penggetaran memungkinkan penggunaan campuran dengan proporsi agregat kasar lebih besar (FAS lebih kecil) dan jumlah air yang seminimum mungkin (tingkat workability rendah) tetapi tetap menghasilkan beton yang padat.
Hal ini tentu saja secara keseluruhan menghasilkan nilai campuran yang lebih ekonomis.
Ada 3 faktor yang selalu berkorelasi pada proses penggetaran, yaitu :
1.      Intensitas alat penggetar
2.      Waktu penggetaran (durasi)
3.      Nilai slump campuran
Penggetaran yang terlalu kuat intensitasnya atau terlalu lama waktunya atau bila diterapkan pada campuran dengan slump yang tinggi akan mengakibatkan segegresi  dan bleeding.

1.2.3.     Proses hydrasi
Adalah proses/reaksi kimia antara semen dan air yang menghasilkan pasta semen / bahan pengikat. Komponen semen yang paling dominan dalam proses hydrasi adalah komponen kalsium silikat (75% berat semen), menghasilkan kalsium hidroksida ( Ca(OH)2 ) dan kalsium silikat hidrat ( CSH gel ). Komponen  Ca(OH)2 adalah bagian terlemah dari pasta semen dan hanya berfungsi sebagai bahan pengisi yang pasif. Sementara CSH gel adalah bonding agent (bahan pengikat) komponen inilah yang menentukan engineering properties dari beton, misalnya waktu ikat dan pengerasan, kekuatan, stabilitas volume. Hasil samping dari reaksi hidrasi adalah panas hidrasi. Jumlah kalori yang dikeluarkan sebagai panas dari reaksi hidrasi semen, sangat tergantung dari beberapa factor yaitu :
  • Jenis/tipe semen, yaitu ditentukan oleh kehalusan butiran, dan kandungan C3A serta C3S.
  • Water cement ratio (factor air semen).
  • Temperature curing.
Pengetahuan tentang panas hidrasi yang terjadi dari reaksi kimia / hidrasi semen, sangat berguna dalam menentukan tahapan pelaksanaan pekerjaaan konstruksi beton.
Untuk pengecoran dengan volume beton yang besar pada waktu bersamaan akan menghasilkan panas hidrasi yang cukup besar yang mampu membuat retak-retak akibat perbedaan temperature yang tinggi dengan permukaan beton bagian luar.
Semen tipe I akan melepas ½ total panas hidrasinya pada umur s/d 3 hari, sementara semen tipe III ( high early strength ) akan melepaskan hampir seluruh panas hidrasinya kurang dari 3 hari.

1.3. KARAKTER BETON DALAM PROSES PENGERASAN (HARDENING)

1.3.1.     Perawatan
Kenaikan kuat tekan beton sejalan dengan bertambahnya umur akan berlangsung terus selama didukung oleh factor-faktor :
-         masih adanya bagian semen yang belum terhidrasi
-         cukup kelembaban pada beton ( min. relative humidity = 80 % )
-         temperature beton memungkinkan
Untuk mendapatkan mutu beton yang optimal, tentunya factor-faktor di atas harus menjadi bahan pertimbangan yaitu dengan cara merawat beton yang baru dicor dengan menciptakan kondisi yang lembab s/d beton berumur minimal 3 hari.

1.3.2.     Efek temperature tinggi pada beton
Beton mengeras bukan karena panas. Hidrasi dan pengerasan beton justru memerlukan kelembaban yang tinggi. Pemanasan pada beton hanyalah akibat tidak langsung dari proses hidrasi dan pengerasan. Pada saat beton kering, beton memang mengeras tapi beton kering tidak menunjukkan indikasi bahwa proses hidrasi dan pengerasan telah berlangsung cukup untuk menghasilkan karakter fisik beton yang diinginkan.
Pengetahuan tentang besarnya panas yang timbul sangat berguna dalam memahami properties / sifat atau kondisi fisis dari beton. Sebagai contoh beton selalu dalam kondisi lembab selama periode perawatan untuk menghasilkan reaksi hidrasi yang optimal.
Beton yang baru dicor mempunyai cukup air (kelembaban). Karena berlangsungnya proses pengeringan dari permukaan luar beton ke bagian dalam, kuat tekan beton akan naik dan berlanjut pada setiap lapisan hanya selama humidity pada point tersebut di atas 80%.
Ilustrasi yang umum dari kejadian di atas adalah pada proses pengecoran lantai yang tidak dirawat karena proses pengeringan yang begitu cepat, beton pada bagian permukaan cenderung akan mempunyai kekuatan yang rendah. Disamping itu karena pengeringan yang begitu cepat pula akan terjadi penyusutan pada permukaan beton dan menimbulkan retak susut.

1.3.3.     Kuat tekan
Kuat tekan beton adalah ukuran daya tahan maksimum dari beton atau contoh mortar terhadap gaya aksial biasanya diekspresikan dalam kg/cm2 pada umur 28 hari.
Kuat tekan beton didapatkan dari contoh benda uji kubus bersisi 15 cm atau silinder Φ 15 cm, h = 30 cm dirawat sesuai dengan kondisi perawatan di lapangan. Hasil dari kuat tekan ini tentu saja tidak menjamin 100% sama dengan beton konstruksi akan tetapi dapat dipakai sebagai pedoman identifikasi kekuatan struktur. Kuat tekan beton adalah besaran fisis yang dipakai sebagai dasar dalam mendesain struktur beton. Besaran fisis lainnya seperti kuat tarik, lentur, modulus elastisitas, geser dan modulus retak dapat dikorelasikan terhadap kuat tekan. Kuat tekan beton terkait erat dengan factor air semen dan umur disamping faktor-faktor lain yang berpengaruh secara tidak langsung misalnya factor perawatan, pemadatan, bahan tambah, komposisi, dll.

1.3.4.     Retak
Retak pada beton terjadi karena 2 hal yang paling mendasar, yaitu :
1.      terjadi karena beban yang diaplikasikan pada struktur beton tersebut.
2.      terjadi karena adanya internal stress pada serat beton akibat susut / perubahan temperatur.
Mekanisme retak karena susut adalah suatu kejadian yang tidak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu penanggulangannya adalah dengan 2 jalan yaitu :
1.      Mencegah terjadinya susut yang berlebihan yaitu dengan cara memperkecil perbedaan temperature antara temperature beton dan lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat ditempuh dengan cara menjaga kelembaban tetap tinggi atau mengisolasi permukaan beton dengan bahan tertentu.
2.      Memperkecil / menahan efek penyusutan yang terjadi pada struktur beton yaitu dengan :

  • Memberi tulangan retak secukupnya pada bagian-bagian yang dianggap paling kritis.
  • Melepaskan kekangan gaya pada beton, dengan memberikan dilatasi atau construction joints.

1.3.5.     Setting time beton ( waktu ikat )
Waktu ikat ( setting time ) adalah jangka waktu tertentu yang dibutuhkan oleh semen dan air untuk melakukan proses pengikatan.

Ada 2 jenis jangka waktu pada proses pengikatan semen yaitu :

  1. Waktu ikat awal ( initial setting time ), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh semen sejak saat bereaksi dengan air sampai didapatkan pasta semen yang mulai kaku dan mulai tidak dapat dikerjakan ( mempunyai nilai penurunan      ( penetrasi ) 25 mm pada jarum vicat ). Indikasi waktu ikat ini dapat diproyeksikan pada proses pengecoran bahwa proses pengecoran harus sudah selesai serta posisi beton pengecoran sudah tidak dapat dirubah lagi mengingat kemungkinan besar akan terjadi unbonding ( pelepasan ) pada struktur material beton bila posisinya terganggu dan sulit untuk dapat mengikat kembali.
  2. Waktu ikat akhir ( final setting time ), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh semen sejak saat bereaksi dengan air sampai didapat suatu padatan dari pasta semen yang utuh dan tidak dapat dirubah bentuknya.


BAB-2. MATERIAL PENYUSUN BETON


Seperti telah dikemukakan di depan, material utama penyusun beton adalah :

  • Bahan pengikat terdiri dari semen dan air
  • Bahan pengisi terdiri dari agregat kasar dan halus
serta kadang-kadang ditambahkan bahan pencampur (admixture) untuk menambah sifat beton segar sesuai keperluan.

2.1.           Bahan pengikat

2.1.1.     Portland Cement ( PC )
Portland cement adalah salah satu tipe semen hydraulis dengan komposisi utamanya adalah kalsium silikat hydraulis. Hydraulis artinya tipe semen tersebut akan membatu dan mengeras bila bereaksi secara kimia dengan air. Reaksi kimianya dinamakan reaksi hydrasi. Selama reaksi hydrasi tersebut semen bercampur dengan air membentuk masa batuan. Bila saat PC dan air tersebut berbentuk pasta (pasta semen) dicampurkan agregat (baik agregat kasar maupun agregat halus) maka pasta semen tersebut akan melingkupi agregat dan membentuk gaya adhesi suatu agregat. Saat pasta semen mengeras maka terbentuklah beton.

Tabel 1. Jenis-jenis Portland cement dan penggunaannya
No
Tipe Semen
Penggunaan
Karakter
1
I
Normal, tidak memerlukan persyaratan khusus
-    Waktu ikat awal ± 120 menit
-    Waktu ikat akhir ± 300 menit
2
II
Moderate sulfate resistance, misal untuk konstruksi bawah tanah
-    Waktu ikat = PC tipe I
-    Panas hydrasi sedang
3
III
High early strength, untuk struktur yg memerlukan kekuatan awal yang tinggi
-    Komposisi kimia setara dgn tipe I
-    Butiran partikel jauh lebih halus

No
Tipe Semen
Penggunaan
Karakter
4
IV
Low heat of hydration, digunakan untuk struktur dengan massa beton yang besar misalnya graving dam
-    Panas hidrasi rendah
5
V
High sulfate resintance, digunakan untuk konstruksi yg memerlukan ketahanan yg tinggi terhadap serangan sulfat
-    Perkembangan kuat tekan lebih lambat dibanding tipe I
-    Waktu ikat awal ± 240 menit
-    Waktu ikat akhir ± 480 menit

Karakter-karakter fisik dan kimia semen yang perlu diketahui :
1.      Kehalusan partikel (fineness)
Kehalusan partikel dari semen mempengaruhi pelepasan panas dan kecepatan proses hydrasi. Semakin halus partikel semen menaikkan kecepatan proses hydrasi dan pelepasan panas sehingga mempercepat perkembangan kuat tekannya. Kenaikkan kuat tekan tersebut sangat terlihat dominant pada umur 7 hari.
Finenes didapat dengan uji laboratorium dengan cara :
-         Wagner turbidimeter test
-         Blaine air permeability test
-         Saringan no 325 ( 45 μm ).

2.      Konsistensi
Konsistensi dari pasta semen adalah kemampuan pasta semen tersebut untuk mengalir. Konsistensi dari pasta semen didapat dari uji laboratorium dengan :
-         alat vicat
-         alat flow table
Nilai konsistensi biasanya digunakan umtuk memperkirakan jumlah air yang diperlukan untuk berhidrasi semen secara optimal atau membandingkan komposisi semen yang berbeda dengan kemampuan penetrasi flow yang sama.

2.1.2 Air
Fungsi air di dalam beton adalah :
-         Sebagai bahan penghidrasi semen : semen bisa berfungsi sebagai bahan pengikat.
-         Sebagai bahan pelumas :
-         Mempermudah proses pencampuran agregat dan semen
-         Mempermudah pelaksanaan pengecoran beton ( workability )
Syarat air sebagai bahan pencampur beton :
-         Tidak mengandung unsur reaktif alkali
-         Tidak mengandung bahan minyak, asam, zat organis
-         Disarankan memakai air yang bisa diminum.
Air Laut
Air laut umumnya mengandung sampai 35.000 ppm dari garam terlarut dapat digunakan sebagai pencampur beton tanpa tulangan, tetapi tidak cocok untuk beton yang menggunakan tulangan karena bisa menimbulkan karat pada tulangan.
Air Asam
Derajat keasaman ditunjukkan dengan nilai pH. Apabila nilai pH lingkungan / air mendekati nilai 3, sebaiknya pembetonan di daerah tersebut dihindari karena beton tidak akan tahan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh air asam tersebut.
Bila nilai pH > 3 s/d normal ( pH = 6 ) pembetonan dapat dilakukan tetapi memerlukan treatment khusus.


JUMLAH AIR OPTIMUM ( J.A.O. )
Jumlah air optimum dalam suatu rancangan campuran beton ditentukan dari kemudahan pekerjaan yang dapat dicapai dan jenis materialnya. Jumlah air optimum dikatakan tercapai apabila kemudahan pekerjaan pengecoran sesuai dengan tuntutan (dinyatakan dengan slump).

AKIBAT PENYIMPANGAN JUMLAH AIR
A. Bila jumlah air terlalu sedikit
  • Dalam batas tertentu, kekuatan tekan beton bisa naik. Air berkurang akibatnya FAS mengecil sehingga kekuatan naik. 
  • Pekerjaan pengecoran menjadi lebih sulit karena air yang juga berfungsi sebagai bahan pelumas berkurang.
  • Loss of slump beton menjadi lebih singkat sehingga proses pengecoran dituntut lebih cepat.
  • Diperlukan sistem pemadatan extra agar didapat beton yang padat, bila tidak kemungkinan besar beton akan menjadi keropos.

B. Bila jumlah air terlalu banyak

  • Kuat tekan beton akan turun
  • Dalam tingkat tertentu pengecoran beton akan lebih mudah
  • Dapat terjadi pemisahan antar butiran (segregesi)
  • Cenderung terjadi penyusutan pada beton umur mudanya karena air kelebihan akan mengisi pori-pori, suatu saat akan keluar meninggalkan porinya.

2.2.           Bahan pengisi

Bahan pengisi utama dari beton adalah agregat (baik agregat halus maupun campuran agregat halus dan kasar). Porsi agregat pada komposisi beton mencapai 70-85% berat, sehingga sangat menentukan dalam properties beton segar, beton keras, komposisi campuran sampai ke masalah ekonomis. Agregat halus biasanya terdiri dari pasir alami atau pasir hasil pemecahan dengan diameter butiran lebih kecil dari 5 mm. Agregat kasar terdiri dari kerikil, batu pecah (split) atau kombinasi keduanya dengan diameter lebih besar dari 5 mm dan biasanya antara Φ 1 cm s/d 3,75 cm.
Kerikil dan pasir alami didapat dari deposit material dengan cara digali dan ditambang dari sungai, danau, bukit, gunung, pantai, dll. Dan dapat secara langsung digunakan sebagai bahan pengisi dengan sedikit proses. Batu pecah didapat dengan cara memecahkan batu-batu besar dengan mesin pemecah dengan hasil berbagai ukuran sesuai kebutuhan.
Agregat harus memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai standar untuk mendapatkan hasil optimum seperti :
- Kebersihan                          - bebas bahan kimia tertentu
- Kekerasan                           - bentuk partikel
- Kekuatan

Karakteristik agregat
Beberapa hal yang penting dari karakter agregat yang harus diketahui adalah :
1.   Gradasi / pembagian butiran
Gradasi adalah distribusi ukuran partikel dari agregat yang didapat dengan cara analisa saringan menggunakan berbagai ukuran diameter saringan. Gradasi didapat dengan cara menghitung prosentase jumlah material yang lolos saringan diameter tertentu pada suatu susunan beberapa diameter saringan. Gradasi dan diameter maksimum agregat sangat berpengaruh dalam penentuan proporsi agregat dalam kemudahan pengerjaan, kemampuan pemompaan beton, harga, porositas, susut dan keawetan beton. Variasi gradasi dalam suatu pembetonan dapat mempengaruhi secara serius keseragaman beton antara batch satu dengan lainnya. Agregat yang terlalu halus biasanya tidak ekonomis sebaliknya agregat yang terlalu kasar akan menghasilkan campuran yang kaku dan sulit untuk dikerjakan. Dengan kata lain agregat yang mempunyai gradasi yang baik akan menghasilkan produk beton yang memuaskan.

2.   Berat volume ( bulk density ) dan pori antar agregat
Berat volume agregat adalah berat dari agregat yang diperlukan untuk mengisi container dengan volume tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud volume disini adalah volume yang diisi oleh agregat tersebut ditambah dengan volume pori/ruang antar agregat. Volume pori/ruang antar agregat menentukan banyaknya mortar semen yang diperlukan untuk mengisi ruang kosong tersebut. Ini menunjukkan bahwa semakin besar volume pori / ruang antar agregat akan semakin tidak ekonomis mengingat semakin banyak volume semen yang diperlukan. Volume pori berkisar 30 – 45% untuk agregat kasar dan 40 – 50% untuk agregat halus dan akan meningkat bila bentuk dari agregatnya pipih dan panjang. Semakin kasar dan semakin baik gradasi agregat akan menurunkan volume pori.

3.   Berat jenis / specific gravity / relative density
Berat jenis dari agregat adalah perbandingan berat dari agregat bersangkutan dengan berat yang setara dari agregat tersebut di dalam air. Berat jenis agregat menunjukkan tingkat kepadatan dari agregat tersebut. Semakin tinggi berat jenisnya berarti semakin padat (volume pori agregat semakin kecil). Berat jenis agregat diperlukan untuk perhitungan komposisi beton dan berkisar antara 2,4 s/d 2,9.

4.   Absorpsi dan kelembaban
Absorpsi adalah kemampuan agregat menyerap air sampai batas semua pori dalam agregat tersebut penuh air. Sedangkan kelembaban adalah jumlah air tertentu yang terkandung pada seluruh permukaan agregat.
Ada 4 kondisi kadar air / kelembaban dari agregat yaitu :

  1. Kering oven / oven dry, yaitu kondisi dimana kadar air pada agregat adalah 0% artinya agregat dapat menyerap air secara penuh sesuai tingkat absorpsinya.
  2. Kering udara / air dry, yaitu kondisi dimana kadar air pada agregat berada diatas 0% dan dibawah tingkat absorpsinya.
  3. Jenuh, kering permukaan / SSD ( saturated surface dry ), yaitu kondisi dimana kadar air agregat sama dengan tingkat absorpsinya. Artinya seluruh pori terisi air tetapi permukaan agregatnya kering.
  4. Basah, yaitu kondisi dimana kadar air lebih besar daripada tingkat absorpsinya. Artinya seluruh pori terisi air dan seluruh / sebagian permukaan agregat juga diselimuti sejumlah air.
Pengetahuan tentang kondisi kadar air agregat diperlukan untuk perhitungan komposisi beton maupun untuk melakukan penyesuaian jumlah air (adjustment) pada komposisi di lapangan. Sehingga tingkat kemudahan pengerjaan (workability) beton tetap dapat dicapai.
Penyesuaian jumlah air di lapangan penting untuk dilaksanakan untuk mengetahui terjadinya deviasi slump di lapangan yang mengakibatkan terjadinya deviasi pada keseluruhan karakter beton dari batch satu dengan batch lainnya.
Untuk mempermudah control kadar air agregat di lapangan akan lebih baik bila kondisi kadar air mendekati kondisi SSD kearah basah.

2.3. Bahan pencampur beton

Bahan pencampur beton ditambahkan pada beton sebelum dan selama pengadukan, bertujuan untuk merubah sifat / karakter beton segar. Klasifikasi bahan pencampur beton menurut fungsinya adalah sbb :

  1. Air entraining admixture (AEA)
  2. Water reducing admixtutre
  3. Retarding admixture
  4. Accelerating admixture
e.      Mineral admixture

Beberapa alasan penggunaan bahan pencampur beton adalah :

  • mengurangi biaya konstruksi
  • mendapatkan properties tertentu dari beton secara lebih efektif
  • menjamin kualitas beton selama pencampuran, pengangkutan, pengecoran dan perawatan
  • untuk menanggulangi kondisi darurat yang terjadi selama pengecoran.
Efektifitas penggunaan bahan tambah tergantung kepada beberapa factor yaitu :

  • tipe, merk, jumlah semen yang digunakan
  • kadar air
  • bentuk agregat
  • gradasi dan proporsi campuran
  • waktu pengadukan / lamanya pengadukan
  • slump
  • temperature beton dan lingkungan
Oleh sebab itu setiap penggunaan bahan campuran harus dilakukan terlebih dahulu trial mix / percobaan pada kondisi dan proporsi yang setara dengan lingkungannya. Sebagai pertimbangan terakhir penggunaan bahan campuran adalah masalah biaya. Untuk itu perlu dikaji perbandingan biaya per m3 komposisi menggunakan bahan campuran dengan alternative komposisi normal atau perbahan komposisi untuk mencapai properties beton yang diinginkan bila hal itu memungkinkan.
Berikut adalah table jenis bahan tambahan beserta efek / fungsi dari penggunaan pada konstruksi :
No
Tipe bahan campuran
EFEK
FUNGSI
PENGGUNAAN
1
AEA
Meningkatkan kadar udara dlm beton
-    meningkatkan durability (keawetan beton)
-    meningkatkan workability
-     untuk konstruksi di daerah dg perbedaan temperature extrim
-     untuk pengecoran dg cara pemompaan
2
Water reducing admixture
Mengurangi jumlah air yg diperlukan minimal 5%
-    meningkatkan kuat tekan
-    meningkatkan workability
umum
3
Retarding admixture
Memperlambat waktu ikat awal
-    memperpanjang masa plastis beton segar
untuk pengecoran beton jarak jauh
4
Accelerating admixture
mempercepat waktu ikat awal
-    memperpendek masa plastis beton segar
struktur yg memerlukan waktu service yg pendek
5
Super plasticizer
-      mengurangi FAS
-      meningkatkan workability
-    meningkatkan kuat tekan beton
-    flowing concrete
-     lokasi pengecoran yg sulit
-     pengecoran bawah air
6
Mineral admixture
efek pozolanic pada beton
-    meningkatkan kuat tekan beton
-    meningkatkan durability
struktur khusus misalnya :
-     high rise building
-     prestresed concerete
-     lingkungan korosif



BAB-3. LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN

 RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL

METODE SK SNI T-15-1990-03

1.      Mencari F.A.S.

  • f’cr = f’c + 1,64 s
  • diperkirakan kuat tekan pada f.a.s = 0,5
* jenis semen  I, II, IV              Tabel 2
                          III                       Tabel 2
* jenis agregat kasar                     Tabel 2                               
* bentuk benda uji      kubus   Tabel 2
                                  silinder      Tabel 2
* umur ( hari )                                Tabel 2


  •  perhitungan fas
* table 2                       kuat tekan pada fas = 0,5  
* grafik 1                      bentuk benda uji silinder           dipilih nilai f.a.s.
* grafik 2                      bentuk benda uji kubus             terendah


  • f.a.s. maksimum        → table 3


2. Mencari kadar air bebas


  • ukuran agregat maksimum 
  • slump                                             table 6, kadar air bebas = 2/3 Wh + 1/3 Wk
  • jenis agregat halus                
  • jenis agregat kasar                

dimana =
Wh = perkiraan kadar air bebas (kg) utk agregat halus per m3 beton, pada table 6
Wk = perkiraan kadar air kasar (kg) utk agregat halus per m3 beton, pada table 6

3. Menghitung kadar semen


  • kadar semen = kadar air bebas / f.a.s
  • kadar semen minimum  table 3
  • apabila kadar semen < kadar semen minimum
                         digunakan kadar semen minimum
                         hitung modifikasi f.a.s


4. Mencari berat isi beton basah

ü hitung proporsi agregat halus (grafik : 10, 11, 12)
* grading zone agregat halus

* ukuran butir maksimum agregat
 10 mm       grafik 10
 20 mm       grafik 11
 40 mm       grafik 12        didapat % agregat halus

* slump

ü hitung berat jenis agregat gabungan
      % agregat halus
= ---------------------------  x BJ (SSD) agregat halus
    100
      % agregat kasar
+  ---------------------------  x BJ (SSD) agregat kasar
     100
ü hitung berat isi beton basah ® grafik 13
* BJ agregat gabungan
* Kadar air bebas



5. Menghitung kadar agregat
         % agregat halus
ü kadar air agregat halus = ------------------------  x  kadar agregat
       100

ü kadar air agregat kasar = kadar agregat – kadar air agregat halus

6. Proporsi campuran dalam berat ( per m3 )
Semen
Air
Agregat halus
Agregat kasar
(kg)
(kg)
(kg)
(kg)
A
B
C
D

7. Koreksi nilai air agregat ( per m3 )

  • Semen (tetap) = A


              Ck  -  Ca

  • Agregat halus (C’) = C  +    ------------------    x C
                  100 



              Dk  -  Da

  • Agregat kasar (D’) = D  +    ------------------   x  D
                  100 

       Ck  -  Ca                      Dk - Da

  • Air (B’) = B  -     ------------------   x C  -     -----------------    x D
       100                                 100 


   Perbandingan campuran dalam berat ( per m3 ) :
Semen
Air
Agregat halus
Agregat kasar
A
B’
C’
D’
1
B’ / A
C’ / A
D’ / A

8. Proporsi campuran dalam volume

  •  konversi berat ke volume
            A
* Semen = -----------------
        g semen

    B’
* Air = --------------
  g air

               C’
* Agregat halus = --------------------------------------
           g lepas agregat halus

                D’
* Agregat kasar = --------------------------------------
            g lepas agregat kasar





  • Pengaruh bulking faktor
* agregat halus ® bulking factor =  x%
              (x)                               C’
* koreksi bulking factor (C’) =   1  +  -------------   x --------------------------------
            100            g lepas agregat halus

Catatan :
Ca       = absorpsi air pada agregat halus (%)
Da       = absorpsi air pada agregat kasar (%)
Ck       = kadar air dalam agregat halus (%)
Dk       = kadar air dalam agregat kasar (%)


CONTOH PERHITUNGAN
PERENCANAAN CAMPURAN BETON DENGAN METODE SK SNI T-15-1990-03
Rencana campuran beton untuk rigid pavement dengan data-data sebagai berikut :

  • f’c        = 40 Mpa
  • S          = 5 Mpa ( k = 1,64 )
  • Slump = 50 mm
  • Semen tipe I
  • Agregat halus            : alamiah ( batu tak dipecahkan )
  • Agregat kasar            : batu pecah
  • Benda uji                   : silinder
Hasil analisa saringan :
Ayakan
(mm)
Pasir
(% lolos)
Kerikil
(% lolos)
38
--
100
19
--
100
9.6
100
52
4.8
95
7
2.4
87
0
1.2
78
--
0.6
62
--
0.3
25
--
0.15
3
--
Hasil uji laboratorium :
Hasil uji laboratorium
Agregat halus
Agrega kasar
Absorpsi
1,8%
3,0%
BJ (SSD)
2,62
2,68
g lepas
1,35 kg/liter
1,42 kg/liter
Hasil uji di lapangan :
Hasil uji di lapangan
Agregat halus
Agrega kasar
Kadar air
1,0%
2,0%

LANGKAH NO.1, menentukan perkiraan kuat tekan beton dengan f.a.s = 0,5

Tabel 2.
Perkiraan kekuatan tekan (N/mm2) beton dengan factor air semen (f.a.s) = 0,5 dan jenis semen dan agregat kasar yang biasa dipakai di Indonesia
Jenis semen
Jenis agregat kasar
Kekuatan tekan (N/mm2)
Pada umur (hari)
Bentuk benda uji
3
7
28
91
Semen Portland tipe I atau semen tahan sulfat tipe II, IV
Batu tak dipecahkan
17
23
33
40
Silinder
Batu pecah
19
27
37
45
Batu tak dipecahkan
20
28
40
48
Kubus
Batu pecah
23
32
45
54
Semen Portland tipe III
Batu tak dipecahkan
21
28
38
44
Silinder
Batu pecah
25
33
44
48
Batu tak dipecahkan
25
31
46
53
Kubus
Batu pecah
30
40
53
60

Catatan :
Dengan semen tipe I                      dari table 2, didapat perkiraan kuat tekan pada
Benda uji silinder                               f.a.s. = 0,5 adalah 37 N/mm2 (37 Mpa)
Agregat kasar : batu pecah             selanjutnya  grafik 1 (silinder)
Umur 28 hari                               


LANGKAH NO. 2, menentukan factor air semen (f.a.s) 

Cara penggunaan grafik 1 : (benda uji silinder)
Langkah 1     : Plot koordinat f.a.s. = 0,5 dan perkiraan kuat tekan = 37 N/mm2
Langkah 2     : Buat kurva sejajar kurva lainnya yang melalui koordinat (0,5 ; 37)
Langkah 3     : Plot f’cr = 48,2 Mpa  f.a.s. yang dicari didapatkan 0,41

Cara penggunaan grafik 2 sama dengan grafik 1 (grafik 2  untuk benda uji kubus)
LANGKAH NO. 3, menentukan jumlah semen minimum dan f.a.s. maksimum

Tabel 3.
Persyaratan jumlah semen minimum dan factor air semen maksimum untuk berbagai macam pembetonan dalam lingkungan khusus
Kondisi lingkungan
Jumlah semen minimum per m3 beton (kg)
Nilai factor air semen maksimum
Beton di dalam ruang bangunan :


a. Keadaan keliling non korosif
275
0,60
b. Keadaan keliling korosif disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif
325
0,52
Beton diluar ruangan bangunan :


a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
325
0,6
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
275
0,6
Beton yang masuk ke dalam tanah :


a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti
325
0,55
b. Mendapat pengaruh sulfat alkali dari tanah atau air tanah

Lihat table 4
Beton yang kontinu berhubungan :

Lihat table 5
a. Air tawar


b. Air laut



Catatan :
Jembatan  beton diluar ruangan bangunan (tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung) :

  • Semen minimum                   = 325 kg/m3 beton (formulir isisan no 14)
  • f.a.s. maksimum                    = 0,60 (formulir isian no 8)


LANGKAH NO. 4, menghitung kadar air bebas

Tabel 6.
Perkiraan kadar air bebas (kg/m3) yang dibutuhkan untuk bebebapa tingkat kemudahan pengerjaan adukan beton

Slump (mm)
0 - 10
10 - 30
30 - 60
60 – 100
Ukuran besar butir agregat maksimum
Jenis agregat
10
Batu tak dipecahkan
150
180
205
225
Batu pecah
180
205
230
250
20
Batu tak dipecahkan
135
160
180
195
Batu pecah
170
190
210
225
40
Batu tak dipecahkan
115
140
160
175
Batu pecah
155
175
190
205

Catatan :
Ukuran agregat maksimum = 20 mm, slump = 50 mm
Hasil table 6  Wh = 180, Wk = 210

Digunakan rumus pada 3.3.5 (kadar air bebas),
= 2/3 Wh + 1/3 Wk
= ( 2/3 x 180 ) + ( 1/3  x 210 )
= 190
 kadar air bebas = 190 kg/m3


LANGKAH NO. 5, menentukan prosentase agregat halus

Tabel batas gradasi pasir untuk daerah gradasi Zone 1, 2, 3, dan 4
(sumber : lampiran B, SK SNI T-15-1990-03)
No ayakan (mm)
% berat yang lolos ayakan
Grading Zone I
Grading Zone II
Grading Zone III
Grading Zone IV
9,6
100
100
100
100
4,8
90 – 100
90 – 100
90 – 100
95 – 100
2,4
60 – 95
75 – 100
85 – 100
95 – 100
1,2
30 – 70
55 – 90
75 – 100
90 – 100
0,6
15 – 34
35 – 59
60 – 79
80 – 100
0,3
5 – 20
8 – 30
12 – 40
15 – 50
0,15
0 – 10
0 - 10
0 – 10
0 – 15

 Grafik 11

  • Ukuran agregat maksimum 19 mm ~ 20 mm ® dipakai grafik 11
  • Slump 50 mm
  • Grading zone 3 (lihat table di atas) (isian no. 16)
  • f.a.s. = 0,41  hasil yang terendah dari isian no. 7 dan no. 8
maka :
dari grafik 11 ® didapat proporsi agregat halus 25 s/d 32% (isian no. 17)
diambil rata-rata = 25 + 32 = 28,5 ~ 29%
LANGKAH NO. 6, menentukan berat jenis beton basah

Grafik 13 : Perkiraan berat jenis beton basah yang dimampatkan secara penuh
 Diketahui :
BJ agregat gabungan = ( 29 / 100 ) 2,62  + ( 71 / 100 ) 2,68 = 2,66
Kadar air bebas = 190 kg/m3 (isian no. 11)
Maka dari grafik 13  didapat berat jenis beton dalam keadaan basah = 2410 kg/m3
LANGKAH NO. 7, koreksi nilai air agregat, konversi ke volume, koreksi bulking terhadap factor

KOREKSI NILAI AIR AGREGAT :


  • Semen = tetap

            1,0 – 1,8

  • Agregat halus  = 510   1 + ------------------      = 506 kg/m3
                  100  

              2,0 – 3,0

  • Agregat kasar = 1247   1 +  -----------------     = 1235 kg/m3
                  100 

        1,0 – 1,8                                 2,0 – 3,0

  • Air = 190 – 510   ------------------      -  1247   -----------------     = 206 kg/m3
             100                                         100 

KONVERSI KE VOLUME :

Semen             = 463 / 1,25   = 370 liter
Agregat halus  = 506 / 1,35   = 375 liter
Agregat kasar  = 1235 / 1,42 = 870 liter
Air                    = 206 / 1,0     = 206 liter


KOREKSI AKIBAT BULKING FACTOR :

Kadar air agregat halus       = 1% 
        Bulking = 13%
Pasir zone 3 pasir sedang      
Agregat halus            = 375 + 1/3 x 375 = 424 liter





BAB-4. PELAKSANAAN PENGECORAN DI LAPANGAN


Tahapan paling menentukan dari proses pembetonan setelah perencanaan komposisi adalah pelaksanaan di lapangan. Pelaksanaan pengecoran di lapangan meliputi :
Penimbangan, pencampuran dan pengadukan, pengangkutan dan penanganan ,pengecoran, pemadatan dan perawatan.

4.1.Penimbangan
Penimbangan adalah proses mengukur berat dari bahan penyusun beton sebelum dicampur dalam mixer. Untuk menghasilkan beton dengan kualitas yang merata, bahan penyusun beton harus diukur secara akurat untuk tiap batch / adukan.
Pengukuran bahan penyusun beton akan lebih akurat bila dilakukan dalam satuan berat bukan volume.Ini bisa di pahami mengingat pengukuran dengan volume akan sangat tergantung kepada perlakuan operator pada bahan bersangkutan saat diukur dan tergantung kepada properti fisik dari bahan itu sendiri (kecuali air dan bahan campuran).
Akurasi dari alat penimbang disarankan mempunyai ketelitian sebagai berikut :

  • Semen = 1 %
  • Agregat = 2 %
  • Air          = 1 %
  • Bahan campuran = 3 %
Bahan campuran disarankan dimasukkan ke dalam mixer bersama dengan air dengan tujuan untuk dapat lebih mendistribusikannya secara merata. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah  jumlah / volume bahan campuran dalam satu adukan , jangan sampai terlalu jauh menyimpang mengingat efek yang ditimbulkan bisa sangat fatal.

4.2.           Pencampuran

Seluruh bahan penyusun beton harus dicampur secara merata dalam mixer sehingga seluruh agregat terdistribusi dan terselimuuti pasta semen. Secara visual hasil campuran bisa dikatakan merata permukaannya sesudah terlihat mengkilat oleh warna semen.
Homogenitas hasil campuran tergantung 

  • Tipe alat pencampur yang menyangkut waktu putar, kecepatan putaran dan tipe blade alat 
  • Urutan pemasukan material juga cukup penting untuk diperhatikan.
  • Urutan yang biasanya di lakukan adalah sebagai 
  • Agregat kasar à agregat halus à semen  à diaduk +/- ½ menit  à air atau air + bahan tambah.

Khusus untuk bahan tambah saat pemasukan harus dicampur dulu / bersamaan dengan masuknya air agar penyebarannya merata. Hali ini perlu dilakukan mengingat porsi bahan tambah biasanya kecil.

Lama pengadukan tergantung kepada tipe blade / tipe alat pengaduk. Untuk tipe drum berputar ( winget dll ) pengadukan biasanya membutuhkan waktu ± 3 s/d  3 ½ menit sementara untuk tipe blade berputar ( tunggal ataupun ganda ) waktu yang dibutuhkan akan lebih cepat lagi.
  

4.3. Pengangkutan dan penanganan

Perencanaan pengangkutan dan penanganan yang baik dapat membantu memperkecil permasalahan uatam yang harus menjadi bahan pertimbangan  saat perencanaan pengangkutan dan penanganan pembetonan adalah :

1. Penundaan pekerjaan akibat peralatan

Tujuan uatama dalam perencanaan skedul kerja adalah untuk dapat menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin dengan tenaga kerja seminimal mungkin yang ditunjang oleh peralatan yang bekerja dengan baik. Peralatan yang digunakan untuik pengangkutan dan penanganan pembetonan harus di pilih secara selectif yaitu dapat mereduksi / mengurangi  penundaan saat pengecoran serta cocok dengan lingkungan kerja sekitarnya.

2. Kecepatan pengerasan dan pengeringan beton
Beton mulai akan kaku segera setelah semen bertemu dengan air. Tetapi derajad kekakuan yang terjadi pada 30 menit pertama tidak akan menjadi masalah. Beton yang diputar pada agitator truk pada umumnya masih bisa di corkan dan dipadatkan sampai 1 ½ jam setelah pencampuran. Perencanaan pengangkutan dan penanganaan proses pembetonan harus dapat mengeliminasi atau memperkecil variabel – variabel yang dapat menyebabkan beton keburu mengeras ( kaku ) sehingga akan mempersulit proses pengecoran dan pemadatan maupun finishing. Perhatian yang lebih akan dituntut bila proses pembetonan dilakukan menggunakan bahan kimia atau kondisi-kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.


3. Segregasi
Segregasi adalah tendensi / kecederungan agregat kasar terpisah dari mortarnya.Hal ini bisa disebabkan oleh karena terlalu sedikitnya proporsi agregat kasar pada komposisinya atau sebaliknya. Tetapi kebanyakan segregasi terjadi karena penanganan yang salah dari pelaksana saat pengecoran maupun pemadatan. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah tinggi jatuh beton saat pengecoran, melibihi tinggi jatuh standar ( maksimum 1 m ) sehingga agregat kasar yang mempunyai berat sendiri paling besar akan jatuh duluan dan terpisah dari mortarnya.

4.4. Pengecoran beton

4.4.1. Persiapan sebelum pengecoran
Pekerjaan persiapan sebelum pengecoran dilakukan meliputi :
-         pemadatan dan penjenuhan sub grade
-         pemasangan form work
-         penyetelan pembesian dan material tertanam lainnya.

  • Penjenuhan subgrade sangat penting terutama pada kondisi lingkungan / cuaca yang sangat panas untuk menghindari terjadinya absorpsi air pada beton oleh subgrade, dan menjaga lingkungan tetap lembab sehingga tidak terjadi penguapan yang berlebihan pada beton. Bila air pada beton terserap oleh sub grade maka proses hidrasi tidak akan berjalan dengan baik dan kekuatan / keawetan beton akan berkurang. Untuk mendapatkan ikatan yang baik antara yang pertama di cor dengan pengecoramn berikutnya maka permukaan beton yang baru di cor tersebut dibuat kasar segera setelah beton tersebut mengeras. Selama permukaan beton dimaksud tidak ada minyak , kotoran atau material lepas lainnya maka pengecoran berikutnya bisa segera dilakukan setelah ada proses pembersihan secukupnya. Dalam penyambungan beton lama dengan beton baru maka perbersihan dan pengkasaran permukaan beton lama harus dilakukan secara mekanis dan bila dianggap perlu maka dapat dipakai bonding agent untuk membantu kekuatan ikatan.


  • Form work ( bekesting ) untuk pengecoran beton harus diseting secara akurat bersih, kuat dan kencang sudah dipasangi bracing secukupnya. Pada penggunaan formwork dari kayu disarankan seluruh permukaan kayu yang berhubungan dengan beton dilapisi dulu dengan minyak. Formwork baik dari baja maupun kayu harus dirancang kuat tetapi mudah untuk dibuka tanpa menimbulkan kerusakan pada beton.


  • Tulangan harus sudah diset sesuai posisi , jumlah, diameter. Panjang lewatan mengikuti specs, bersih, bebas dari kawat, minyak dll. Curahan mortar dari pengecoran sebelumnya tidak perlu dibersihkan bila pengecoran selanjutnya akan dilaksanakan / diselesaikan dalam beberapa jam kemudian.

4.4.2.     Pengecoran
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat pengecoran adalah :
- Penempatan deposit beton
Harus diusahakan agar lokasi deposit beton ditempatkan sedekat mungkin dengan lokasi akhir pengecoran . Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan pergerakan horizontal dari beton yang mengakibatkan terjadinya segregasi.
- Metode pengecoran
Pengecoran dilakukan menerus dari satu sisi ke sisi lainnya tidak ditumpuk beberapa lokasi kemudian diratakan dan juga tidak ditumpuk dalam jumlah besar kemudian diratakan secara horizontal
-         Untuk pengecoran lantai yang cukup tebal , pengecoran dilakukan lapis demi lapis dengan ketentuan 15 – 50 cm. Lapis pengecoran selanjutnya harus sudah dilakukan sebelum dibawahnya mengeras / setting time.Untuk menghindari terjadinya garis perlemahan ( cold joint ).

4.5. Proses pemadatan

Proses pemadatan pada beton bertujuan menghilangkan/ memperkecil kadar udara dalam beton dengan cara menghilangkan gaya adhesi dari agregat sehingga agregat dengan gaya beratnya masing-masing akan turun mengisi ruang kosong yang ditinggalkan udara. Proses pemadatan dapat dilakukan dengan cara penggetaran baik internal ataupun external maupun dengan cara spinning (pemutaran). Proses pemadatan dengan cara internal dilakukan menggunakan nald vibrator , biasanya untuk pengecoran lantai, balok, kolom, dinding yang memungkinkan nald vibrator masuk ke kontruksi tersebut. Sedangkan external vibrator dilakukan untuk produk / elemen struktur yang tidak memungkinkan menggunakan nald vibrator misalnya karena tidak dapat dijangkau (pada pengecoran dinding / dinding geser) atau pada produk pracetak di pabrik (menggunakan meja getar).
Proses pemadatan dengan spinning (pemutaran) adalah proses pemadatan dengan memanfaatkan gaya sentifugal yang terjadi akibat pemutaran cetakan dengan kecepatan tinggi. Proses ini dilakukan di pabrik produk pracetak , khususnya untuk produksi tiang listrik dan tiang pancang.
  
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada proses pemadatan adalah :

  • Tidak menggunakan nald vibrator secara horizontal karena memungkinkan terjadinya 
  • Tidak menempatkan nald vibrator pada tulangan karena dikawatirkan bagian struktur lain ( yang sudah setting ) akan mengalami pelepasan ikatan betonnya pada 
  • Membatasi waktu penggetaran agar tidak terjadi segregasi dan 
  • Membatasi intensitas alat penggetar sehingga cukup untuk jenis struktur dimaksud.

4.6.Perawatan

Perawatan beton adalah menjaga kelembaban dan temperature beton dalam kondisi tertentu, segera setelah selesai pengecoran dengan tujuan agar properties beton yang diinginkan dapat dicapai.
Perawatan, sangat berpengaruh terhadap properties dari beton keras seperti keawetan (durability), kekuatan (strength) , kekedapan terhadap air (water tighnees) , ketahanan terhadap keausan (abrasion resistance) , stabilitas volume dll.
Ketika semen bercampur dengan air reaksi kimia yang disebut reaksi hydrasipun terjadi. Semakin sempurna reaksi hydrasi akan menghasikan beton yang semakin baik juga. Kebanyakan komposisi beton menetapkan jumlah air yang lebih banyak dibandingkan keperluan semen akan air untuk bereaksi hydrasi secara sempurna (kelebihan air tersebut difungsikan sebagai pelumas). Akan tetapi semakin banyak air yang menguap segera setelah selesai pengecoran akan semakin menghambat proses hydrasi. Jadi selama proses pengerasan awal air dijaga supaya tidak menguap dengan cara menjaga kelembaban permukaannya. Disamping menjaga kelembabannya satu hal lagi yang menjadi obyek perawaatan adalah temperature sekitar. Temperatur dijaga supaya tidak terlalu tinggi karena akan menyebabkan terjadinya penguapan atau tidak terlalu rendah (< 10  C) karena akan menghambat proses hardening (di Indonesia jarang sekali).

Metode perawatan
Ada 3 metode pokok perawatan beton yaitu :

  • Menjaga keberadaan air pencampur dalam beton selama periode pengerasan awal dengan cara perendaman , penyiraman, atau penutupan permukaan beton dengan material yang basah / lembab.
  • Mencegah hilangnya air pencampur dengan cara mengisolasi permukaan dengan bahan / membrane tertentu yang kedap air seperti plastic atau curing compound.
  • Mempercepat pencapaian kuat tekan awal dengan mensuply panas bersamaan dengan menjaga kelembabannya seperti perawatan dengan uap panas dll.

Ad.1 :
  • Perendaman permukaan beton biasanya dilakukan pada pengecoran permukaan yang datar misalnya lantai atau perkerasan. Perendaman dilakukan dengan cara membuat tanggul sederhana dari tanah atau bahan lain disekeliling permukaan beton, kemudian bagian dalamnya diisi air sampai periode tertentu. Mengingat metode ini perlu supervisi yang kontinu serta tenaga kerja yang selalu tersedia di lapangan maka metode ini hanya cocok untuk pekerjaan kecil / terbatas.
  • Penyiraman adalah metode yang cukup baik sepanjang dapat dilakukan secara kontinu dan merata diseluruh permukaan beton hanya mungkin perlu dipertimbangkan masalah biaya instalasi yang cukup mahal.
  • Penutupan pemukaan beton dengan material yang basah / jenuh adalah metode yang sederhana dan murah. Material yang bisa digunakan sebagai penutup adalah karung , kertas , pasir , tanah, dll. Satu kekurangan metode ini adalah kemungkinan kontaminasi warna permukaan beton. Disamping itu metode ini hanya cocok untuk pekerjaan yang tidak terlalu besar.
Ad.2 :
Metode isolasi permukaan beton dari panas biasanya dilakukan menggunakan 3 jenis material yaitu :

  • kertas kedap air
  • plastic
  • curing compound

Kertas kedap air dan plastic digelar menutupi seluruh permukaan beton , termasuk sudut – sudutnya . antar lapisan kertas/plastic harus dibuat overlapping minimal 15 cm dan diganjal supaya tidak terbuka.
Keuntungan penggunaan kertas kedap air dan plastic ini adalah selain mudah penggunaannya juga bahannya dapat digunakan pada tempat selanjutnya.
Curing compound biasanya berbentuk cairan yang dipaki sebagai lapis pelindung beton, pelapisan bisa dilakukan dengan tangan (kuas) atau dengan alat penyemprot.
Satu hal yang perlu diingat bahwa curing compound jangan digunakan pada pengecoran lapis per lapis / pengecoran menerus sebab curing compound bersifat tidak memberi ikatan antar beton lama dan baru.

Ad.3 ;
Percepatan pencapaian kuat tekan awal beton dengan mensuply uap panas serta tetap menjaga kejenuhan permukaan biasanya digunakan di pabrik-pabrik pracetak.
Keunggulan system ini adalah dapat melipat gandakan penggunaan cetakan dalam waktu singkat sehingga produktifitas akan naik. Kelemahannya adalah perlunya instalasi yang mahal dan permanent sehingga metode ini tidak cocok bila ditempatkan dilapangan / proyek.




BAB-5. QUALITY CONTROL BETON


Untuk menjamin tercapainya kualitas pekerjaan beton yang memenuhi syarat, maka quality control melalui pengujian-pengujian harus dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari proses / tahapan pekerjaan pembetonan. Pada umumnya, spesifikasi untuk beton dan material penyusunnya, menentukan detail syarat minimal yang dapat diterima.

Persyaratan tersebut menyangkut :

  • Karakteristik campuran beton seperti diameter maksimum agregat dan minimum cement content
  • Karakteristik dari semen, air, agregat dan bahan tambah
  • Karakteristik dari beton segar dan beton dalam proses pengerasan seperti temperatur, slump, kadar udara atau kuat tekan.

Semen, diuji kelulusannya terhadap standar yang berlaku serta untuk menghindarkan terjadinya karakter abnormal seperti kekakuan segera, perlambatan pengikatan, atau kuat tekan yang lemah pada beton.

Agregat diuji dengan 2 tujuan utama yaitu :

  1. Menentukan kesesuaian dari agregat tersebut untuk digunakan pada beton. Tes tersebut meliputi : abrasi, soundness, berat jenis, analisa kimia mineral.
  2. Menjamin keseragaman mutu agregat selama proses pekerjaan pembetonan, tes tersebut meliputi : gradasi, kepipihan dan kepanjangan, kadar Lumpur.
  
Beton :

  • Diuji untuk mengevaluasi performace dari material penyusun beton. Tes tersebut meliputi : slump, kadar udara dan berat jenis.
  • Diuji untuk mengevaluasi performance pelaksanaan pekerjaan di lapangan seperti slump dan kuat tekan serta deviasi standar.

5.1. Frekwensi pengujian :

Frekwensi pengujian adalah salah satu factor yang sangat penting dalam hubungannya dengan efektifitas quality control beton. Frekwensi uji agregat dan beton untuk batching plant dengan produksi typical, lebih banyak ditentukan oleh kontinuitas keseragaman agregat seperti tes gradasi dan kadar air. Pada saat awal disarankan dilakukan pengujian beberapa kali per hari. Untuk selanjutnya berdasarkan pengalaman frekwensi uji bisa dikurangi sesuai kebutuhan. Biasanya kadar air dites minimal 2 kali per hari yaitu pertama saat pagi, diperkirakan kadar airnya mengumpul di bagian bawah stock pile. Test slump harus dilakukan pada batch pertama setiap hari, kemudian pada saat konsistensinya diragukan serta pada saat pembuatan benda uji di lapangan.

Menurut PB’89 tabel 4.7.1.2, banyaknya pengambilan benda uji dari satu adukan dipilih acak yang mewakili suatu volume rata-rata tidak lebih dari : (diambil yang volumenya terkecil) :

  • untuk kelas 1 : 10 m3 atau 10 adukan atau 2 truk drum
  • untuk kelas 2 : 20 m3 atau 20 adukan atau 5 truk drum
  • untuk kelas 3 : 50 m3 atau 50 adukan atau 10 truk drum
Setiap pengambilan benda uji beton, dibuat 6 buah kubus untuk dites 3 buah umur 3 hari dan 3 buah umur 28 hari (atau berdasar keperluan proyek).

5.2. Pengujian agregat

5.2.1. Sampling agregat
Dilaksanakan untuk mengambil sample agregat dari suatu deposit material untuk dilakukan pengujian lanjutan. Sample agregat harus dapat mencerminkan / mewakili kondisi deposit agregat secara keseluruhan. Metode yang biasa digunakan ada 2 yaitu metode quartering dan alat spliter sample.

5.2.2. Tes kadar organic
Kadar organic diuji pada agregat halus untuk menentukan jumlah bahan organic yang terkandung dalam agregat halus tersebut. Bahan organic berpengaruh terhadap kuat tekan dan durability dari beton yang dihasilkan. Di laboratorium, kadar organic diuji dengan membandingkan warna larutan sodium hydroxide dan pasir uji dengan warna standar.

5.2.3. Kadar Lumpur
Seperti kadar organic, kadar Lumpur juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Sebab kadar Lumpur mempengaruhi lekatan antara mortar semen dengan agregat. Yang dimaksud kadar Lumpur adalah bahan yang lolos saringan diameter 0,075 mm. Di laboratorium diuji dengan cara mencuci agregat yang diuji kemudian membandingkan berat awal terhadap berat setelah dicuci.

5.2.4. Gradasi
Gradasi (susunan butiran) agregat berpengaruh terhadap proporsi campuran beton dan workability. Di laboratorium gradasi diuji dengan cara melewatkan agregat uji melalui susunan ayakan dari diameter terbesar s/d diameter terkecil.
Masing-masing proporsi prosentase agregat tertahan, menunjukkan susunan butiran agregat tertentu.
Hasil dari tes gradasi memungkinkan kita menentukan :
-         Apakah material tersebut memenuhi spec gradasi
-         Pencampuran beberapa jenis material
-         Variasi gradasi yang terjadi selama proses pembetonan

5.2.5. Kadar air agregat
Kadar air agregat di lapangan harus dapat diperkirakan sehingga dapat dilakukan penyesuaian jumlah air per m3 campuran, mendekati rencana. Pengujian kadar air agregat yang akurat memakan waktu lama yaitu ± 12 jam. Sebab harus melalui proses pengeringan dengan oven di laboratorium.
Pada batching plant modern, kadar air agregat sudah bisa dideteksi dengan memasang detector kelembaban pada material yang hasilnya dapat dibaca langsung di monitor.
Kadar air agregat di lapangan yang cukup significant untuk diuji adalah kadar air agregat halus. Pada alat pengaduk sederhana, cara sederhana dapat diterapkan untuk memperkirakan kadar air agregat halus yaitu :
  • Menguji kadar air agregat halus dengan cara menggoreng dan membandingkan beratnya.
  • Menguji kadar air agregat halus menggunakan alat speedy moisture tester.
  • Membuat kondisi agregat lewat SSD ( sedikit basah ), kontrol dilakukan pada saat pengadukan dengan cara mengatur kadar air campuran, dibandingkan dengan workability rencana. Hal ini tentu saja perlu pengalaman dan disarankan untuk pekerjaan dan mutu beton tertentu saja.
Diluar pengujian-pengujian di atas tentu saja untuk menghasilkan mutu beton yang baik, masih terdapat sejumlah pengujian tambahan dengan tujuan-tujuan tertentu yaitu misalnya : abrasi, soundness, flakiness dan elongation, kandungan mineral, dll.

5.3. Pengujian beton segar

Pengujian beton segar mencakup 2 jenis pengujian pokok yaitu : konsistensi, kadar udara.

5.3.1. Konsistensi
Konsistensi beton diupayakan dengan nilai slump, semakin tinggi nilai slump, semakin tinggi konsistensi betonnya. Untuk mutu beton yang sama, beton dengan konsistensi tinggi memerlukan jumlah semen/m3 lebih banyak untuk menjaga w/c (dalam hal ini langsung menyangkut kuat tekan) tetap.
Nilai slump pada beton segar diukur menggunakan alat kerucut slump (Abram’s) dengan diameter atas 4” dan diameter bawah 8” dan tinggi 12”.
Beton segar dimasukkan dalam kerucut slump dalam 3 lapisan, tiap lapisan dirojok dengan besi diameter 5/8”, panjang 24” masing-masing sebanyak 25 kali. Kerucut slump kemudian diangkat, penurunan tinggi beton dari posisi awal ke posisi akhir, menunjukkan nilai slump campuran tersebut.
Masih banyak metode lain untuk penentuan konsistensi beton selain dengan alat kerucut Abram’s diantaranya : k slump tester, compaction factor, V-B time, flow table test, dll.
Tetapi di Indonesia yang umum digunakan adalah alat hammer Abram’s.

5.3.2. Kadar udara
Kadar udara dalam beton diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan khusus misalnya pengecoran menggunakan concrete pump. Udara yang ada di dalam beton akan berfungsi sebagai pelumas saat material beton melalui pipa saat pengecoran.
Kadar udara normal dalam beton berkisar antara ½ - 3% sementara untuk keperluan di atas, kadar udara bisa dinaikkan menjadi s/d 4 – 5%, dengan menambahkan bahan tambah tertentu.
Cara mengukur kadar udara di laboratorium, meliputi 3 metode yaitu :
  • metode gravitasi
  • metode volumetric
  • metode tekanan
Metode tekanan banyak digunakan mengingat kemudahan prosedur dan keakuratan hasil.

5.4. Pengujian beton keras

Pengujian beton keras meliputi 2 cara yaitu :
1.      Cara merusak (destructive test)
2.      Cara tidak merusak (non destructive test)
  • Cara merusak (destructive test)
Cara ini biasanya dilakukan untuk mengetahui secara langsung kapasitas sebenarnya (kapasitas runtuh dari beton). Destructive test dlakukan biasanya pada benda uji yang dibuat saat beton masih plastis berbentuk kubus bersisi 15 cm atau silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm., atau pada benda uji hasil core drill. Benda uji tersebut diletakkan di bawah mesin tekan, dan ditekan dengan kecepatan 2-3 kg/cm2/detik sampai hancur. Nilai tegangan hancurnya itulah yang digunakan sebagai nilai runtuh dari beton, pada umur saat pengetesan dilakukan.

Nilai runtuh di atas disebut kuat tekan beton, dipakai sebagai nilai acuan perencanaan struktur beton dimana nilai karakter beton yang lain, dapat dikorelasikan terhadap nilai kuat tekan betonnya.

  • Cara tidak merusak (non destructive test)
Non destructive test baru dilakukan pada struktur beton apabila nilai kuat tekan beton yang didapat melalui cara destructive test tidak memenuhi syarat, atau apabila data nilai kuat tekan sebelumnya tidak ada.
Non destructive test dilakukan dengan harapan akan didapat prediksi kuat tekan betonnya untuk menghitung kekuatan strukturnya tanpa merusak strukturnya.

Metode yang biasa dilakukan adalah dengan :
  • rebound hammer test
  • uji beban langsung
  • pulse velocity crack recorder

Rebound hammer test dapat dilakukan pada hampir semua jenis konstruksi dan hampir berbagai posisi pengujian. Rebound hammer test mengandalkan daya pegas saat ditembakkan pada permukaan beton untuk memprediksi kuat tekan betonnya. Keakuratan nilai pembacaan sangat tergantung kepada kondisi permukaan beton yang akan ditest dan kondisi kekuatan pegas. Untuk itu disyaratkan permukaan beton yang akan ditest harus dihaluskan dulu dengan gerinda. Sementara kekuatan pegas harus selalu dikontrol dengan melakukan kalibrasi secara berkala.

Uji beban langsung biasanya dilakukan bila baik test tekan maupun hammer test tidak memenuhi syarat. Prosedur pengujian biasanya menerapkan beban rencana pada konstruksi bersangkutan, kemudian diukur perilaku struktur yang terjadi saat menahan beban. Perilaku dimaksud adalah besarnya lendutan, adanya keretakan, dll. Hasil pengamatan dievaluasi untuk kemudian diambil penanganan selanjutnya.


Pulse velocity crack recorder
Pulse velocity crack recorder, termasuk alat jenis baru dan modern. Alat ini menggunakan ultrasonic sebagai media pengukur. Ultrasonic dipancarkan dari satu sisi dan diterima di sisi lain. Dengan berbagai variasi lokasi dan pendekatan bisa didapatkan korelasi antara kecepatan ultrasonic tersebut melalui media beton, dengan karakter beton yang dilewatinya. Karakter beton yg dapat diketahui adalah :
  • homogenitas media, untuk menentukan adanya pori atau retakan
  • density media
  • kuat tekan media.

BAB-6. EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU BETON


Evaluasi dan pengendalian mutu beton, dimaksudkan untuk mengontrol kekuatan beton yang dihasilkan serta variabilitas mutu yang terjadi dari suatu produksi beton dalam periode tertentu. Yang dimaksud variable adalah suatu besaran yang menyatakan rata-rata penyimpangan mutu beton dari sejumlah benda uji, dibandingkan dengan rata-rata mutu beton yang bisa dicapai.

Tingkat variabilitas (deviasi) mutu beton, dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :
  • karakteristik dari masing-masing bahan dasar
  • keadaan praktek yang dilakukan dalam proporsi campuran, peralatan pengadukan, pengangkutan, penuangan dan perawatan beton
  • pembuatan, pengujian dan perlakuan (treatment) benda uji.
Variasi yang berlebihan dari kuat tekan beton menunjukkan kurangnya tingkat kontrol kualitas mutu material maupun segi pelaksanaan dan pengujian / evaluasi.

6.1. Benda uji

Benda uji yang disyaratkan menurut PB’89 adalah benda uji silinder dengan ukuran 15 x 30 cm, sedangkan pemakaian benda uji kubus ukuran 15x15x15 cm masih diperkenankan, dengan korelasi tegangan yang dihasilkan adalah :
f’c = { 0,76 + 0,2 log (fck/15)} fck
Dimana :
f’c        = kuat tekan beton yang disyaratkan, Mpa
fck         = kuat tekan beton, Mpa, didapat dari benda uji kubus dengan sisi 15 cm


Misalnya :
Untuk benda uji kubus dengan mutu 500 kg/cm2, akan sama dengan mutu 432 kg/cm2 (benda uji silinder).

6.2. Sistem pengetesan
  • Mesin uji harus cukup kuat dan dikalibrasi
  • Benda uji harus betul-betul presisi. Dalam hal ini, cetakan benda uji harus betul-betul presisi, demikian pula saat pembuatan benda ujinya.
  • Hingga Pengujian, spesimen harus tetap dirawat dengan cara merendamnya di dalam bak berisi air.
  • Spesimen harus diuji pada umur yang ditentukan dengan toleransi sebesar :
Umur pengujian
Toleransi waktu
24 jam
± 2,1%
0,5 jam
3 hari
± 2,8%
2 jam
7 hari
± 3,6%
6 jam
28 hari
± 3,0%
20 jam
90 hari
± 2,2%
47,5 jam (2 hari)
  • Diuji hingga spesimen hancur dan diamati tipe keruntuhan.

6.3. Syarat penerimaan mutu beton

Tingkat kekuatan dari suatu mutu beton dikatakan dicapai dengan memuaskan bila kedua persyaratan berikut dipenuhi :
  • Nilai rata-rata dari semua pasangan hasil uji yang masing-masing terdiri dari empat hasil uji kuat tekan tidak kurang dari (f’c + 0,82 s)
  • Tidak satupun dari hasil uji tekan (rata-rata dari dua silinder) mempunyai nilai dibawah 0,85f’c.




DAFTAR PUSTAKA



1.      Design and Control of Concrete Mixtures, thirteenth edition, by Steven H. Kosmatka and William C. Panarese, Portland Cement Association, 1988
2.      SK SNI-T-15-1990-03
3.      Draft Konsensus Pedoman Beton 1988, DPU Balitbang PU
4.      Diktat-diktat pelatihan beton


1 comment:

  1. Seputar Proyek: Dasar Teknologi Beton >>>>> Download Now

    >>>>> Download Full

    Seputar Proyek: Dasar Teknologi Beton >>>>> Download LINK

    >>>>> Download Now

    Seputar Proyek: Dasar Teknologi Beton >>>>> Download Full

    >>>>> Download LINK

    ReplyDelete